Mari sejenak kita renungi do’a bangun tidur seraya menghayati artinya:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْرِ
”Segala puji bagi Allah, yang telah menghidupkan kami setelah mematikan kami dan kepada-Nyalah kami dibangkitkan.” (HR. Bukhari & Muslim).
Tidak ada dzat yang membinasakan dan sekaligus menghidupkan kecuali
Allah Ta’ala. Kepada-Nya kita memuji dengan pujian yang sempurna. Ada
yang patut kita renungkan dari do’a yang dituntunkan Rasulullah
shallaLlahu ‘alaihi wa sallam. Semoga kita menyadari sepenuhnya makna
ucapan itu dan konsekuensinya. Kesadaran (bukan cuma mengetahui &
memahami) bahwa tidak ada yang menghidupkan & sekaligus membinasakan
(mematikan) selain Allah Ta’ala.
Ada hal-hal yang dapat membinasakan (dengan seizin Allah Ta’ala),
tapi ia tak sekaligus menghidupkan. Perhatikan ini. Menganggap ada dan
meyakini ada sesuatu selain Allah Ta’ala yang bergabung padanya dua
sifat sekaligus, yakni mematikan dan menghidupkan, dapat menggelincirkan
seseorang untuk menjadi pemujanya. Atau ia menggelincirkan orang lain
sebagai pemujanya yang militan.
Adakalanya orang yang mendengar atau membaca suatu perkataan lebih
teguh memegangj, lebih kuat meyakini dan lebih sungguh-sungguh
menjalani. Maka berhati-hatilah dalam bertutur dan takarlah ucapan
sebelum menyebar, adakah ia meneguhkan, menyelisihi ataukah menolak
kebenaran.
Tidak ada satu pun yang membinasakan dan sekaligus menghidupkan
selain Allah Ta’ala semata. Tidak kedermawanan, tidak pula cinta. Cinta
dapat membinasakan, tapi ia tak menghidupkan. Kebinasaan terbesar adalah
petaka di akhirat bagi pemuja cinta.
Adakalanya seseorang berkata yang menyelisihi kebenaran dengan
penjelasan yang tak menolak prinsip agama ini. Tapi ini tetaplah bahaya.
Ini juga menyelisihi tradisi para ulama. Di antara bahayanya adalah:
mad’uw (orang yang menjadi sasaran dakwah) hanya mendengar perkataan
keliru itu tanpa penjelasannya.
Bermula dari satu kalimat yang salah, seseorang dapat berlebihan
dalam memandang dan menempatkan cinta sehingga ia mengagung-agungkan. Ia
menganggap cinta itu suci. Padahal tidaklah cinta itu membawa
keselamatan, kecuali jika ia tunduk kepada aturan syari’at. Andaikata
cinta itu suci, maka tak ada orang yang celaka di akhirat dengan
kecelakaan yang sangat gara-gara cinta.
Di antara orang-orang musyrik juga ada yang mencintai Allah Ta’ala.
Ini dapat kita baca dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 165. Mereka
mencintai sesembahan selain Allah sebagaimana mereka mencintai Allah
Ta’ala. ﻳُﺤِﺒُّﻮﻧَﻬُﻢْ ﻛَﺤُﺐِّ ٱﻟﻠَّﻪ
Yang dimaksud sesembahan tidaklah selalu bermakna bersujud seraya
melakukan ritual di hadapan seseorang sebagaimana kita shalat.
Sesungguhnya di antara makna menyembah adalah mematuhi perkataan orang
‘alim yang nyata-nyata bertentangan dengan perintah Allah Ta’ala.
Padahal ia mengetahui larangan tersebut dengan jelas. Begitu pula
sebaliknya.
Mari sejenak kita renungi firman Allah subhanahu wa ta’ala:
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللَّهِ
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Rabb selain Allah.” (QS. At-Taubah, 9: 31).
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللَّهِ
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Rabb selain Allah.” (QS. At-Taubah, 9: 31).
Apakah maknanya? Mari kita renungi sabda Nabi shallaLlahu ‘alaihi wa sallam tentang menyembah orang ‘alim. Beliau berkata:
أَمَا إِنَّهُمْ لَمْ يَكُونُوا يَعْبُدُونَهُمْ
وَلَكِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا أَحَلُّوا لَهُمْ شَيْئًا اسْتَحَلُّوهُ
وَإِذَا حَرَّمُوا عَلَيْهِمْ شَيْئًا حَرَّمُوهُ
“Ingat, sesungguhnya mereka tidak menyembah mereka, tapi bila
rahib-rahib mereka menghalalkan sesuatu, maka mereka menghalalkannya.
Dan bila mengharamkan sesuatu, mereka mengharamkannya (Itulah bentuk
penyembahan mereka terhadap rahib-rahib tersebut).” (HR. Tirmidzi).
Dan ketundukan total itu lahir dari besarnya kecintaan sehingga
mengabaikan fakta bahwa perkataan ‘alim itu nyata kebathilannya. Ia
memilih mengikuti karena kecintaannya. Bukan mengingatkan dan
meluruskan. Ini sekaligus peringatan bahwa cinta itu harus terkendali.
Perbincangan ini hanyalah contoh bahwa tak ada yang membinasakan dan
sekaligus menghidupkan kecuali Allah Ta’ala semata. Selain Allah Ta’ala,
tak ada yang memiliki kuasa untuk melakukannya; tidak cinta, tidak pula
harta. Juga, agar kita berhati-hati bicara. Indahnya perkataan,
menyenangkan hati dan membuai rasa. Tapi ia harus ditegakkan di atas
kebenaran. Benar dulu, baru indah.
Semoga catatan sederhana ini bermanfaat bagi diriku sendiri, yang
membaca, yang menyebarkan serta sahabatku para penulis dan pembicara.
Semoga kita dapat menjadi pembuka kebaikan & penutup keburukan.
Bukan sebaliknya, pembuka keburukan & penutup kebaikan.
Oleh, Mohammad Faudzil Adhim
source : Muslimah Zone
Tidak ada komentar:
Posting Komentar